KISAH SEORANG TKW, cerita dewasa saya akan berbagi cerita yang saya alami dan tidak bisa saya lupakan selama saya tinggal di kota M. waktu aku masih tinggal dikota M dan untuk masalah kerjaan ibaratnya aku hanya kerja paruh waktu dan itupun aku membantu pamanku yang membuka usaha barang pecah belah di pasar aku hanya membantu mengurus pembukuan pamanku. Waktu itu aku berusia 29 tahun. Aku tinggal dirumah kakak sepupu, Hingga akhirnya secara tak disengaja aku kenal seorang pelanggan yang biasa menggunakan jasa angkutan barang pasar yang kebetulan aku yang mengemudikannya. Bu erna namanya. Sambil ngobrol ngalor-ngidul aku antar dia sampai dirumahnya yang memang agak jauh dari pasar tempat dia berjualan kain-kain dan baju.
Sesampai dirumahnya aku bantuin dia mengangkat barang-barangnya. dan kita saling bertukar pikiran satu sama lain Mungkin karena sudah mulai akrab aku enggak langsung pulang. Toh, memang ini penumpang yang terakhir. Aku duduk saja di depan rumahnya yang sejuk, karena kebetulan ada seperti dipan dari bambu dihalaman di bawah pohon jambu. Dari dalam aku mendengar suara seperti memerintah kepada seseorang..
“mirna.. Tuh bawain barang yang ada di depan. ..,” begitu suara Bu erna
Aku tidak mendengar ada jawaban dari yang diperintah Bu Erna tadi. Dan tiba-tba dari dalam rumah keluar seoarang gadis yang lumayan cukup putih dan sangat manis sekali,menurut tebakan aku mungkin gadis ini masih berumur 23 tahunan. menurutku mungkin saja itu anaknya bu erna, karena wajahnya yang mungil dan putih mirip sekali dengan bu erna. Sesudah mengangkat barang bawaan bu erna lalu bu erna menyuruh marni mengambilkan minuman untuk saya.
“Mas, minum dulu.. Air kendil seger lho..” begitu dia menyapaku.
“I.. Iya.. Makasih..” balasku.
“I.. Iya.. Makasih..” balasku.
Masih sambil senyum dia balik kanan untuk masuk kembali ke dalam rumahnya. Aku masih tertegun sambil memandangnya. Seperti ingin tembus pandang saja niatku, sampai tersirat di dalam benakku ‘Pantatnya aduhai, jalannya serasi, lumayan deh..’ batinku.
Tak seberapa lama Bu erna keluar. Dia sudah ganti baju, mungkin yang biasa dia pakai kesehariannya..
“Dik Dendi, itu tadi anak saya si mirna..” kata Bu erna.
“Dia tuh lagi ngurus surat-surat katanya mau ke malaysia jadi TKW.” lanjutnya. Aku hanya bisa tersenyum dan anguk angukkan kepala saja..
“Dia tuh lagi ngurus surat-surat katanya mau ke malaysia jadi TKW.” lanjutnya. Aku hanya bisa tersenyum dan anguk angukkan kepala saja..
“O gitu yah.. Ngapain sih kok mau jauh-jauh ke Malaysia, kan jauh.. Nanti kalau ada apa-apa gimana..” aku menimpalinya.
Begitu seterusnya aku ngobrol sebentar lalu pamit undur diri. Belum sampai aku menghidupkan mobil pickupku, Bu erna tiba-tiba berlari dan menghampiriku...
“Eh dik Dendi, tunggu dulu katanya mirna mau ikut sampai terminal bis. Dia mau ambil surat-surat dirumah kakaknya. Tungguin sebentar ya..”
Aku tidak jadi menghidupkan mobil dan sambil membuka pintu mobil aku tersenyum dalam hatiku berkata-kata karena inilah saatnya aku bisa puas mengenal si mirna. Begitulah akhirnya aku dan mirna berkenalan pertama kali. Aku antar dia mengambil surat-surat TKW-nya. Di dalam perjalanan kami ngobrol dan sambil bersendau gurau.
“mir.., namamu mirna. Kok nggak ada lesung mirnanya..” kataku ngeledek. mirna juga tak kalah ngeledeknya.
“Mas aku kan sudah punya lesung yang lain.. Masak sih kurang lagi..” balas mirna..
“Mas aku kan sudah punya lesung yang lain.. Masak sih kurang lagi..” balas mirna..
Di situ aku mulai berani ngomong yang sedikit nakal, karena sepertinya mirna tak terlalu kaku dan lugu layaknya gadis-gadis didesa. Pantas saja dia berani merantau keluar negeri, pikirku.
Sesampai dirumah kakaknya, ternyata tuan rumah sedang pergi membantu tetangga yang sedang hajatan. Hanya ada anaknya yang masih kecil kira-kira 7 tahunan dirumah. mirna menyuruhnya memanggilkan ibunya.
“Ehh Man,, Ibu sudah lama belum perginya? susulin sana, bilang ada Lik mirna gitu yah..”
Man pergi menyusul ibunya yang tak lain adalah kakaknya mirna. Selagi Ugi sedang menyusul ibunya, aku duduk-duduk di dipan tapi di dalam rumah. mirna masuk ke ruangan dalam mungkin ambil air atau apa, aku diruangan depan. Kemudian mirna keluar dengan segelas air putih ditangannya.
“Mas minum lagi yah.. Kan capek nyetir mobil..” katanya.
Diberikannya air putih itu, tapi mata mirna yang indah itu sambil memandangku genit. Aku terima saja gelasnya dan meminumnya. mirna masih saja memandangku tak berkedip. Akupun akhirnya nekat memandang dia juga, dan tak terasa tanganku meraih tangan mirna, dingin dan sedikit berkeringat.
Setelah itu sambil sama-sama tersenyum aku nekat menarik kedua tangannya yang lembut itu hingga tubuhnya menempel di dadaku, dan akhirnya kami saling berpelukan tidak terlalu erat tadinya. Buah dadanya kini menempel lekat didadaku. Aku semakin mendapat keberanian untuk mengelus wajahnya. Aku dekatkan bibirku hingga menyentuh bibirnya. Merasa tidak ada protes, langsung kukecup dan mengulum bibirnya. Benar-benar nikmat. Bibirnya basah-basah madu. Tanganku mendekap tubuhku sambil kugoyangkan dengan maksud sambil menggesek buah dadanya yang mepet erat dengan tubuhku. Sayup-sayup aku mendengar mirna seperti mendesah lirih, mungkin mulai terangsang kali..
Dan tanpa basa-basi tonjolan di bawah perutku sesekali aku sengaja kubenturkan kira-kira ditengah selangkangannya. Sesekali seperti dia tahu iramanya, dia memajukan sedikit bagian bawahnya sehingga tonjolanku membentur tepat diposisi “memek”nya.
Sinyal-sinyal nafsu dan birahiku mulai memuncak ketika tanpa malu lagi mirna menggelayutkan tangannya dipundakku memeluk, pantatnya goyang memutar, menekan sambil mendesah. Tanganku turun dan meremas pantatnya yang padat. Ingin rasanya aku gendong tubuh mirna untuk kurebahkan ke depan, tapi urung karena Ugi yang tadi disuruh mirna memanggil ibunya sudah datang kembali.
Buru-buru kami melepas pelukan, merapikan baju, dan duduk seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Begitu masuk, Ugi yang ternyata sendirian berkata seperti pembawa pesan.
“Lik mirna, Ibu masih lama, sibuk sekali lagi masak buat tamu-tamu. Lik mirna suruh tunggu aja. Ugi juga mau ke sana mau main banyak teman. sudah ya Lik..”
Habis berkata begitu Ugi langsung lari ngeloyor mungkin langsung buru-buru mau main dengan teman-temannya. Aku dan mirna saling menatap, tak habis pikir kenapa ada kesempatan yang tak terduga datang beruntun untuk kami, tak ada rencana, tak ada niat tahu-tahu kami hanya berdua saja disebuah rumah yang kosong ditinggal pemiliknya.
“mir sini deh.. Aku bisikin..” kataku sambil menarik lengan dengan lembut.
“Eh, kamu cantik juga yah kalau dipandang-pandang..”
“Eh, kamu cantik juga yah kalau dipandang-pandang..”
Tanpa ba-Bi-Bu lagi mirna malah memelukku, mencium, mengulum bibirku bahkan dengan semangatnya yang sensual aku dibuat terperanjat seketika. Akupun membalasnya dengan buas. Aku menindihnya, dan masih menciumi, menjilati lehernya, sampai ke telinga sebelah dalam yang ternyata putih mulus dan beraroma sejuk. Tangannya meraba tonjolan dicelanaku dan terus meremasnya seiring desahan birahinya. Merasa ada perimbangan, aku tak canggung-canggung lagi aku buka saja kancing bajunya. Tak sabar aku ingin menikmati buah dada keras kenyal berukuran 34 putih mulus dibalik bra-nya.
Sekali sentil tali bra terlepas, kini tepat di depan mataku dua tonjolan seukuran kepalan tangan aktor Arnold Swchargeneger, putih keras dengan puting merah mencuat kurang lebih 1 cm. Puas kupandang, dilanjutkan menyentuh putingnya dengan lubang hidungku, kuputar-putar sebelum akhirnya kujilati mengitari diameternya kumainkan lidahku, kuhisap, sedikit menggigit, jilat lagi, Matanya merem melek lidahnya menjulur membasahi bibirnya sendiri, mendesah lagi.. Sambil lebih keras meremas penisku yang sudah mulai terbuka resluiting celanaku karena usaha mirna.
Dan akupun mulai memainkan kedua tanganku merayap ke sana kemari dan baru berhenti saat telah kubuka celana panjang mirna pelan tapi pasti, hingga berbugil ria aku dengannya. ku jilati seluruh bagian tubuh mirna dengan penuh nafsu bejatku. Nafas mirna mulai tak beraturan ketika jilatanku kualihkan dibibir vaginanya. Betapa indah, betapa merah, betapa nikmatnya. Clitoris Yani yang sebesar kacang itu kuhajar dengan kilatan kilatan lidahku, kuhisap, kuplintir-plintir dengan segala keberingasanku...
Tak lama kemudian kedua paha mirna mengemYan kepalaku membiarkan mulutku tetap membenam di meckynya, menegang, melenguhkan suara nafasnya dan…
“Aauh.. Ahh.. Ahh.. Mas.. mirna.. Mas.. mirna.. Keluar.. Mas..” mendengar lenguhan itu semakin kupagut-pagut, kusedot-sedot meckynya, dan banjirlah si-rongga semYan mirna itu. Iri sekali rasanya kalau aku tak sempat keluar orgasme...
Kembali ke “pertempuranku”, setengah dari penisku sudah masuk keliang vagina semYannya, kutarik maju mundur pelan, pelan, cepet, pelan lagi, tanganku sambil meremas buah dada mirna. Rupanya mirna mengisyaratkan untuk lebih cepat memacu kocokan penis saktiku,...
Sekitar 25 menit berlalu, aku tak tahan lagi setelah bertubi-tubi menusuk, menukik ke dalam sanggamanya disertai empotan dinding vagina bidadari calon TKW itu, aku setengah teriak berbarengan desahan mirna yang semakin memacu, dan akhirnya detik-detik penyampaian puncak orgasme kami berdua datang. Aku dan mirna menggelinjang, menegang, daan....... Aku orgasme menyemprotkan benda cair kental di dalam mecky mirna. Sebaliknya mirna juga demikian....
“Kamu gila mir.. Bikin aku kelojotan.. Nikmat sekali.. Kamu puas mir?”
Yani hanya mengangguk, “Mas Dendi.., aku seperti di luar angkasa lho Mas.. Luar biasa benar kamu Mas..” bisiknya..
Yani hanya mengangguk, “Mas Dendi.., aku seperti di luar angkasa lho Mas.. Luar biasa benar kamu Mas..” bisiknya..
Kami menghabiskan waktu menunggu kakaknya mirna datang dengan ngobrol dan bercanda. Sempat mirna bercerita bahwa keperawanannya telah hilang setahun lalu oleh tetangganya sendiri yang sekarang sudah pergi dan meninggalkannya tanpa memberikan penjelasan kepada mirna...
Begitulah akhirnya kami sering bertemu dan menikmati hari-hari indah menjelang keberangkatan mirna ke Malaysia. Kadang dirumahnya, saat Bu erna kepasar, ataupun di kamarku karena memang bebas 24 jam tanpa pantauan dari sepupuku sekalipun.
Tak lama setelah keberangkatan mirna aku pindah ke Jakarta. Kabar terakhir tentang mirna aku dengar setahun yang lalu, bahwa mirna sudah pulang kampung, bukan sendiri tapi dengan seorang anak kecil yang ditengarai sebagai hasil hubungan gelap dengan majikannya semasa bekerja di negeri Jiran itu. Dan aku sendiri masih berpetualang dan terus berharap ada “mirna...mirna..” lain yang nyasar ke pelukanku. Aku masih berjuang untuk hal itu hingga detik ini. Kasihan sekali gue..